Iklan

TIGA HARI, TIGA MINGGU UNTUK TIGA TAHUN

Tiga hari, tiga minggu untuk tiga tahun




Pagi yang sedikit mendung di semarang pagi ini, masih terasa kantuk yang amat berat setelah semalaman aku harus mijit dua kaka seperguruan dari rembang, setengah empat pagi baru aku bisa tidur melepas lelah.


Sedikit susah tidur efek secangkir kopi hitam yang kental di tambah dinginnya udara waktu itu membuatku terjaga saat tidur hanya beralaskan ubin plester semen tanpa tikar. Ku rebahkan dengan sedikit titik sadar aku mencari handphone ku yang ku letakkan tak jauh dari tempat berbaringnya badanku,


Waktu menunjukkan pukul 6.32, aku coba liat langit-langit atap rumah kang shokib, karna kebetulann aku tidur dirumahnya, masih petang agak terang,
“ah masih pagi” celotehku sedikit ngigau.
Walaupun belum melaksanakan shalat subuh, aku terkalahkan oleh rasa kantukku.

Aku pindah posisi badan yang mengarah ke barat menjadi ke timur. Ku lihat anas masih tidur dengan kain sarung yang menutup seluruh tubuhnya, pulas dalam mimpinya. Aku berbaring di samping anas, berbantal cokelat tua untuk melanjutkan lelap tidurku.


Tak lama datanglah Ali dengan berpakaian kaos merah dan celana jeans yang sobek-sobek mengagetkanku ma anas.
”woi tangi-tangi , wis subuh” suara ali yang membangunkan dan anas. Seketia aku balas dengan setengah sadar.
“piye??? Aku uda mirip adek kaka ra?” jawabku setengah ngigau..
“o ngigau ae tak pancal we,,, tangi jam delapan ki” keras suara ali membangunkan aku dan anas.
Aku terjaga dan melihat anas masih terlelap, aku coba menepuk punggungnya agar dia bangun
“woi, bangun, udah jam sembilan nas” sedikit mengibuli.
“opo, jam songo?” kaget anas terbangun langsung terperanjat dan bangun dari tidurnya.
“tangi nas, apa ini sudah pada shalat subuh?’ tanya ali,
Aku dan anas yang masih mencoba mengumpulkan nyawa, masih setengah sadar dan menatap ali yang aneh menurut ku dan anas. Mungkin karna kami belum sadar seratus persen, memandang ali aneh.
“belum” jawab aku ma anas kompak.
“ada apa, li?” lanjut anas
“uda jam 8 masih saja molor? Huuuuuuh....” ali sedikit kesal memandang kami.
“Ya wis tak caw dulu, tak subuhan dirumah” pamitku sambil meninggalkan anas dan ali.

Dengan wajah yang masih sangat menahan kantuk aku bergegas pulang kerumah yang jaraknya gak jauh dari rumahnya anas, yang letaknya tepat di belakang rumahku.

Ku lihat mentari waktu itu udah tinggi dan teriknya lumayan menggugah kesadaranku. Sesampainya dirumah aku shubuhan walaupun di qodho,hehe... disambung sarapan dan nyender deh di ruang tamu untuk bikin postingan materi blog ku yang kebetulan belum selesai kukerjakan.

Tepat jam 9.30 saat aku sibuk mengerakan postingan di ruang tamu, asyik dengan netbook pinjamanku, hehe,,
Terdengar suara sepeda motor yang parkir di depan rumahku, tanpa aku hiraukan. Sedang asyik mengetik materi posting aku dikagetkan getaran di handphoneku yang aku letakkan tidak jauh dari netbook.
”aku udah sampai kang, keluar bentar a” sms dari Najikah

Spontan aku keluar dan terlihat senyum manis seorang wanita berkrudung cokelat, kaos kuning bawahan biru tua, di atas kendaraan  warna merah.
“kang tamam,” sapa jikah dengan senyum hangatnya di atas kendaraannya.
“lho, kok ga’ langsung masuk kedalam, kah? Ayo masuk kedalam” ajakku sambil tersenyum.


Dia memparkiran kendaraannya di sebelah pohon mangga di halaman rumahku  di sebelah barat. Aku masuk kedalam rumah dulu, duduk di ruang tamu untuk ngesave materi yang udah aku ketik.

“assalamu,alaikum” salam jikah sambil tersenyum
“walaikumsalam,, ayo masuk, sini lho duduk bareng aku, lesahan,hehe,,,” jawabku mempersilahkan.
Tidak ada kursi di Ruang tamu di rumahku hanya. Disengaja karna banyak tamu yang lebih nyaman untuk lesehan daripada duduk di kursi.
Beralaskan karpet warna merah dia duduk di sampingku dengan wajah sendunya, aku lihat lingkaran hitam di antara matanya, agak pucat mungkin karena kurang tidur dan banyak air mata yang terbuang sia-sia menangisiku menjelang akad nikahnya dengan orang lain tanggal 17 mei 2013.


“piye kabare, kah?” tanyaku mengawali percakapan.
“baik kang” jawabnya sambil menunduk.
“sebentar ya, tak cari-cari apa gitu.”aku beranjak untuk buatin sekedar air hangat untuk menghormati dia.

Hanya senyum kecil dari bibirnya dan aku bergegas ke dapur.
Saat aku mencari teh adanya jeruk buat jeruk hangat, aku beranjak ke kamarku, aku buka kulkas adanya hanya semangka yang tinggal separo dan dua buah jeruk...
Hmmmm... baiklah adanya ini...


Setelah semua siap akhirnya aku beranjak ke ruang tamu sambil membawa segelas jeruk hangat dan semangka merah dan dua buah jeruk untuk menghormati dia buat cemilan... sayangnya aku lagi miskin banget waktu itu, mau membeli sesuatu yang wah tapi kantong lagi kering.


“hmmm,,, jangan ngelamun to, ayo ini di minum dan di sambi ini adanya semangka,,hehe” sapaku sambil menyodorkan jeruk hangat dan hidangan seadanya di hadapannya.

“iya, kang sibuk ya?” jawab jikah dengan sedikit murung
“wah gara-gara aku smua acara yang kang tamam buat, jadi di batalin” lanjutnya
“gak kok tenang saja” jawabku sambil tersenyum.
“ayo a di sambi”
“nggeh”

Terdiam sejenak setelah aku duduk tenang di dekatnya.

“bentar ya kah, tak lanjutin ngetik sebentar.” Pintaku sambil memalingkan badanku ke netbook tercinta.
“nggeh kang”

Ku lirik sebentar jikah sedang sibuk dengan handphonenya membalas pesan. Aku sibuk sebentar sekitar 15 menit untuk merampungkan ketikanku. Setelah selsai aku kembali menghadapkan badanku ke jikah.

“bagaimana kah?” awali percakapanku.
“wah pean sibuk nuh” dengan logat jawa yang khas
“ga’ kok.” Jawabku singkat.

Dia menghela nafas panjang untuk sekedar menenangkan diri. Aku bingung mau mengawali pembicaraan dengan apa. Aku hanya mengandalkan intuisisku.
“persiapan nikahmu bagaimana je?”tanyaku
“yah begitu kang,” jawabnya singkat.
Helaan nafas panjangnya mengisyaratkan kegundahan dalam hatinya yang mendalam.
“hmmmmmm.... sebenarnya aku juga bingung harus ngomong apa lagi, kah.. bila harus menelisik masalalu sudah terlalu terlambat untuk dijelaskan. Hanya permintaan maafku yang terdalam atas semua salahku terhadapmu selama ini”
“gak kang sampean gak salah kok, bener-bener gak salah. Kesalahanku mungkin menanti dan mencintai orang yang salah diwaktu yang salah saat kita bertemu dulu.” Jawab jikah dengan suara semakain berat.

Aku memandangnya dalam, dan tak tau apa lagi yang harus aku katakan.
“aku malah ingin berterimakasih kang, atas semua waktunya hari ini, sampe-sampe gara-gara aku sampean cencel semua janji ma temen-temen sampean.” Tambah dia.
“walah itu gak papa,” kelahku sedikit menghibur.


---@<3<3@---


Yah walaupun agak sedikit berat sih hari ini dibalik tugas yang menumpuk, janji ma temen-temen kampus, aku batalin semuanya demi pintanya untuk satu hari saja bisa ngobrol berdua saja dan yang lain ngontrak.

Memang selama tiga hari setelah malam minggu dia maen kerumahku, jikah memang meminta untuk bisa minta waktuku untuk bertemu sehari saja. Waktu tiga hari tersebut, komunikasiku ma dia lancar, walaupun aku bisa bls sms sedikit nyolong waktu dari istirahat aktifitasku.

Selama tiga hari ini membawaku pada titik awal aku jadian ma jikah dan hubungan yang tak terlalu lama aku bina dengan dia. Tiga minggu saat semua terasa indah, dan aku mulai percaya ma jikah dia membawa emosiku ke masalalu dengan nailis yang kebetulan memang teman dekatnya waktu SMP dulu. Kadang pembicaraannya nglantur ke situ. Menjadi pertanyaanku, apakah semua ini hanya tipu daya jikah yang kerjasama ma nailis dengan jikah sebagai pemeran utama untuk mengakaliku?

Tak mencoba berburuk sangka, aku pendam saja itu dan mencoba sedikit demi sedikit memupuk rasa percayaku ma jikah. Lama kelamaan waktu yang berjalan dia masih saja membawa nama nailis saat kita saling berbincang ataupun sekedar SMSan. Puncaknya dihari selasa waktu itu aku sedang banyak tekanan di kampus karna tugas yang numpuk, belum lagi tanggung jawab baru di band yang mengharuskanku lebih fokus dan terikat kontrak untuk tour jawa. Jikah masih saja membahas tentang nailis yang memang jelas-jelas sudah aku lupakan. Marah memang waktu itu, tapi ada tantangan yang harus aku hadapi didepan mata yang harus aku penuhi, kontrak tour dan juga kewajiban kuliahku.

Sedikit rasa diem setelah mengetahui keikhlasannya jika mencintaiku apa adanya dan tanpa syarat, membuatku menjadi gamang menentukan pilihan. Disisi lain aku mencintainya tapi entah kenapa disaat itu aku kepikiran usiaku dan usianya yang sama-sama menginjak usia 20 tahun. Pastinya langkah seorang wanita dan pria tentunya berbeda. Dan setiap aku memikirkan kecintaannya terhadapku seperti itu membuatku berpikir untuk menatap hubungan ini serius.

Lagi-lagi saat itu aku dibingungkan dengan kesibukanku di band yang menggila. Membuatku tidak fokus untuk memperhatikan jikah. Padahal dia tipikal manja. Sayang banget aku ma dia waktu itu. Baru kali ini aku merasakan orang yang mencintaiku apa adanya, memanusiakanku dengan keikhlasannya, tak banyak menuntut dan mengerti kesibukanku.

Kadang karna mungkin kejengkelannya gak aku perhatiin dia nyndir tentang nailis lagi yang secara tak sadar dia memupuk kecurigaanku kalo dia membina hubungan ini hanya sekedar pengujian. Padahal api kecurigaan itu sudah aku musnahkan, tetap saja dipupuk dan walaupun jengkel juga, aku maklum itu sebagai sebuah bentuk rasa sayangnya kepadaku.

Semakin berjalan, aku semakin sibuk dengan duniaku untuk mempersiapkan bekal untukku target membahagiakan jikah walaupun tidak untuk jangka pendek karna targetku umur 25 keatas baru aku memikirkan nikah. Ditambah lagi mimpi bandku juga belum terwujud menjadi band nasional yang karyanya bisa diterima oleh masyarakat. Tour yang aku lakukan pun masih sekedar daerah kecil dan ikut program dari promotor independent.

Dengan kemanjaan dia yang selalu mengingatkanku untuk semangat membuatku gamang saat aku masih dalam keadaan menimang keputusan yang harus aku pilih untu masa depan. Akhirnya memang aku mencari solusi dan minta saran kepada Allah melalui istikharah, dan juga sebagai usaha dhohir aku coba tanya pada kang shokib, orang yang membawa aku ke titik balik dari titik hitamku dulu.

Simpel sih tapi berat. Dia memandang di usiaku waktu itu masih terlalu dini untukku memilih menikah, impianku pun masih setengah jalan. Semua curigaku pun yang sebenarnya gak mau aku ungkap, aku ungkapkan disitu juga. Dan kesimpulannya pun aku harus memilih skala prioritas. Mengenai cintaku pada jikah, aku harus berpikir realistis kalo memang aku sayang ma jikah. Usianya yang seumuran denganku diusia wanita itu sudah tergolong matang, berbeda dengan pria yang masih dalam tahap pencarian jati diri. Kalo memang aku cinta demi kebahagiaan kelak, aku harus mewujudkan dulu impianku dan aku bisa mengetahui kecurigaanku benar atau salah dari penyataan untuk pamit dulu untuk kedepan yang lebih baik, bertemu di tempat dan waktu yang memang ditentukan oleh Tuhan. Pastinya disitu dia akan ngeyel untuk tetap bertahan denganmu dalam kondisi apapun wlaupun pisah  untuk fokus menyelesaikan misi didepan mata. Kalau ngeyelnya kurang dan dengan waktu yang berjalan dia gak bertahan aku bisa menilai seberapa ikhlasnya dia kepadaku. Dan dari pada aku membuat sakit dengan ketidak pastianku untuk menuju ke orang tuanya kalo aku cinta ya lebih baik lepaskan. Kalo jodoh pastinya akan bertemu dengan kepercayaan dia kepadaaku.

Memang solusi yang diberikan kang shokib itu jalan tengah tentang perjalanan sebuah keyakinan dan keikhlasan yang ditengahnya harus membuat jalan kehati-hatian agar menjadi jelas dalam melihat dan menyelesaikan suatu perkara.

Aku akhirnya pamit ma jikah setelah tiga minggu dengan bicara yang apa adanya. aku mencoba memberi pengertian apa adanya biar aku ma dia bisa berjalan baik saat pisah walaupun aku g bilang janji kembali karna aku harus memilih.

Dia ngeyel untuk bertahan tapi memang aku belum bisa memberi kepastian , lebih baik aku lepaskan daripada akhirnya aku dituntut disaat aku belum siap, dan akhirnya malah menyakiti hati dan perasaannya.

Dan akhirnya dia menerima walaupun berat, dan aku juga berat melepasnya.

Selang waktu berjalan satu tahun dia memberi kabar kalo dia udah di pinang ma orang demak, sedih sih, disaat aku juga masih dalam komunikasi yang lancar waktu itu walaupun aku agak sedikit telat bales sms. Kaget tak ku duga, secepat itu dia melupakanku, dia yang katanya ikhlas mencintaiku gak mengerti maksud yang tersirat dari pernyataanku saat aku pamit, dan realitanya dia gak ngeyel yang bener-bener ngeyel mau bertahan dengan ku. Yang awalnya tidak ada rasa curiga dia mempermainkanku, seketika berubah menjadi emosi yang menyentuh titik nadir. Berarti selama ini dia jadian denganku atas kerjsama nailis berarti benar.

Frustrasi berat waktu itu, walaupun saat jikah sms aku membalasnya dengan biasa saja, tidak ada kesan terjadi apa-apa. aku masih menghargai niat baik sesorang walaupun aku sendiri masih merasa sakit.

Setelah setengah tahun aku berjalan mengobati luka dengan ngaji di rembang. Entah kenapa aku dipertemukan dengan Nada yang seketika mempesonaku karena kesadaranku akan kecintaan dia terhadap agamanya dan juga dia dibesarkan dari kalangan santri yang moderat.


---@<3<3@---


“sebenarnya aku kaget dengan smsmu selama tiga hari ini tentang perasaanmu yang masih menyimpan rasa yang begitu dalam terhadapku. Ku kira kamu udah lupa kah.” Tambahku sambil memandangnya dalam.

“aku malah mengira sampean yang lupa ma aku kang, setelah sampean sibuk jarang banget menghubungiku. Padahal aku sempet seneng sewaktu sepedaku dulu bannya bocor, sampean dibela-belain untuk njemput aku dan itu hanya berlangsung sementara, padahal aku harap itu awal kembalinya kita merajut asa kang.” Dia terdiam sejenak.

“tapi, itu semua hanya mimpi. Saat sampean jarang, walupun saat itu masih kita SMSan untuk komunikasi.” Tambah jikah dengan sembab yang ada dimatanya semakin merah menahan jatuhnya air mata.

“dan jujur kang, aku masih gak percaya sampai hari ini, aku menikah dengan orang lain. Harapanku sebenarnya nama yang tertera di undangan itu sampean kang.” Suaranya semakin berat menatapku dalam dan tak terasa air matanya pun jatuh membasahi pipinya.



“aku menunggu kedatangan sampean kerumah, tapi gak dateng-dateng. Aku sempet curhat ma mbaku yang bilang gak mungkin sampean datang, walaupun aku trima sebagai saran untuk membuatku tegar, tapi harapanku tetap sampean yang datang kerumah kang. Dan itu hanya mimpi kosongku semata.” Semakin deras air matanya mengalir.

“aku jahat ya kah?” jawabku seketika.

Terdiam sejenak waktu itu seperti jantung yang berhenti berdetak, terasa sesak dadaku mendengar pernyataan itu.

“sebenarnya aku mau datang kerumahmu kah dalam waktu dekat saat kita baru putus, tapi aku urungkan ketika kamu katanya sudah dipinang orang.” Dengan logat tenang walaupu hancur rasanya hatiku.

“kok cepat ya kamu mengalihkan rasa percayamu? Kok hanya segitu ya perasaanmu?”

Ku lihat tangisnya pun agak sedikit reda mendengar penjelasanku aku teruskan bicaraku.
“sedangkan aku pun bicara gamblang 25 tahun aku baru bisa menjemputmu kembali walaupun aku sampaikan dengan bahasa yang setengah mengetes ketulusan. Ngeyel gak kamu sewaktu itu? Harapanku kamu ngeyel, eh ternyata hanya ngeyel seadanya, dan itu yang membuatku bertanya, apa ini bener-bener mencintaiku apa adanya atau hanya sekedar pernyataan dimulut saja dan ada kong kali kong nya dengan nailis karena seringnya kamu membahas nailis saat kita masih pacaran dulu. karena menurut  presepsiku selarasnya ucap itu dari apa yang jadi tindakannya” Sedikit aku menghela nafas

Hening seketika. Terdiam lama sekali..
tiba-tiba...

“sebenarnya aku gak mau ngeyel karena aku sayang sampean kang, aku ngerti sampean sedang sibuk apa, aku walaupun gak terima bisa paham kang dengan landasan sampean yang apa adanya mengenai kesibukan, usia dan juga apapun itu. Tapi sesungguhnya hati ini gak rela kang. Tapi demi cita-cita sampean tercapai aku masih menunggu sampean. Walaupun aku harus berkorban perasaanku sendiri.”

Seketika aku shok mendengar ini.

“Tidak ada terbesit sedikitpun rasa untuk memperminkan sampean. Apalagi setelah itu sebenarnya aku ma nailis udah jauh kang. Gak ada kong kali kong sama skali. Buktinya sampean sudah liat sampai detik ini aku masih mengharap sampean dengan kdar rasa yang tidak berubah sdiktpun, walaupun aku juga terpaksa menerima menikah dengan orang ini setelah aku banyak menolak pria yang datang kerumah. Aku gak kuat dengan desakan orang tuaku kang. Walaupun tak kan pernah ku lupa lirih suara hati ini mengharap sampean.”

Helaan nafas panjangnya menahan isak tangisnya dan aku paham apa maksud yang selama ini coba dia tersiratkan tetang sebuah asa, sebuah rasa yang tertinggal, sebuah elegi gila yang harus aku dan jikah hadapi.

Waktu seakan-akan berhenti berputar, terlihat seperti manusia yang meratapi atas waktu yang terlewat begitu berat kenyataan ini. Seperti orang yang baru mengerti rasa yang tertinggal itu. Membuka tabir dinding hati dengan senyuman yang getir karena harus menerima kenyataan diwaktu yang sudah tidak ada gunanya lagi meratap.

Ya benar,,! ini seperti kiamat, dimana pintu taubat penyesalan sudah ditutup. Dia jum’at besok udah akad. Dia sudah nyebar undangan dan sudah ada pertalian.

“”tidak etis rasanya kita terlalu terbawa dalam keadaan yang salah. Aku sudah memberanikan diri untuk mempersilahkanmu ketemu denganku dan kenapa aku memilih rumahku karena disini  tempat kita yang paling aman dari fitnah daripada kita ketemuan di luar.” Helaan nafasku yang kian panjang agar aku tetap merasa tenang dan dapat menahan tangisku yang menyesal karena presepsi yang salah terhadapnya selama ini.

Aku sulut rokok untuk sekedar menenagkan keadaan. setelah habis dalam lima menit karena keadaan jiwaku yang enggan terbawa keadaan, salah perhitungan sedikit saja bisa kiamat dunia.

“aku tau semua ini sudah terlalu terlambat untuk kita saling menyalahkan dan merubah keadaan.  Alhamdulillah Allah masih berkenan meluruskan keikhlasanmu mencintaiku walaupun waktunya sudah begitu terlambat. Begitu berat dan aku sudah tau maksud dari pertanyaanku selama ini. Aku minta maaf karena ke ikhlasaanmu membuka lebar-lebar mata hatiku tentang arti keikhlasan mencintai tanpa syarat, tentang cinta yang apa adanya. Sebaliknya kamu pun tau apa maksud dari kecurigaanku selama ini, prasangkaku, kecintaanku kepadamu sesungguhnya. Aku minta maaf setulusnya agar ini gak menjadi beban untukmu dan untukku.”

Ku lihat dia semakin meneteskan air matanya semakin deras dan menunduk dalam. Ku teruskan saja sambil memegang kedua tanggannya biar dia kuat menerima keadaan.

“aku harap, kamu bisa mencintai bakal suamimu itu seperti kamu mencintaiku apa adanya. Menjadi ibu yang baik bagi anak-anakmu dengan sepenuh kasih sayangmu agar kelak anakmu gak seperti aku yang kelihatannya dicukupi harta sebenarnya kosong akan kasih sayang. Jangan sampai anakmu kelak menerima paitnya kesadaran saat mereka mencari sebuah pelita dan hanya menunggu pertolongan dari sang Maha Pencipta. Dan aku mohon dengan ikhlasmu.”

Terasa sesak dada ini dan kupeluk erat dia dan kucurahkan air mata ini dipeluknya.

“maafkan aku kah........... ini semua salahku, ini semua karena aku terlalu ego demi kebaikanmu tapi malah sebenarnya ini membuatmu emakin tersiksa. Maafkan aku kah.........”

Iringan tangis kami berdua pun terasa seperti pemecah harapan yang selama ini tersimpan rapat dalam benak kami yang telah lama terkunci. Ku kecup keningnya sebagai tanda pernyataan sayangku yang terdalam dan permintaan maafku yang terakhir agar dia ikhlas dan mau mendo’akanku dan memberi pengampunannya sebagai lantaran Hablumminaallah dengan syarat hablumminannas. Selama tiga hari ini setelah malam minggu kita bertemu dan ini hari selasa, untuk tiga minggu kenangan singkat yang tak terlupa dan penantian panjang selama tiga tahun terjawab sudah kegetiran paitnya asa atas sebuah keikhlasan mencintai apa adanya dan tanpa syarat.

LihatTutupKomentar

Iklan